NAMA : DILAN KUSUMA
NPM : 52413460
KELAS : 2IA14
BAB III
UCAPAN DAN EJAAN
PENERAPAN
KAIDAH EJAAN
Ejaan itu sendiri adalah penggambaran
bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan (huruf) yang
distandardisasikan dan mempunyai makna. . Secara teknis, ejaan
adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.Dan juga
merupakan
peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan
antara lambang-lambang itu
Dalam bahasa indonesia ada istilah EYD yaitu Ejaan Yang
Disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972.
Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada tahun
1987 terjadi revisi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan
menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Berikut adalah hal yang paling terlihat dalam perubahan
yang terjadi pada EYD hingga sekarang :
"j" menjadi "y" : sajang → sayang
"tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
"ch" menjadi "kh": achir → akhir
"nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
"dj" menjadi "j": djarak → jarak
"sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
Adapun kebijakan baru yang ditetapkan pada EYD :
Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari
bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu
pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
Awalan "di-" dan kata depan "di"
dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di
sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada
dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya.
Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
PENULISAN HURUF BESAR / HURUF KAPITAL :
1.
Huruf kapital di pakai sebagai huruf pertama pada awal
kalimat.
Contoh :
Pagi ini Ayah
sedang pergi ke kantor.
2.
Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh :
“Apakah benar
disini tempatnya?” kata Dilan
3.
Huruf kapital di
pakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan,
nama agama, dan kitab suci; termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh :
Atas berkat
rahmat Tuhan yang Maha Esa
4.
Huruf kapital di
pakai sebagai huruf pertama unsur nama, jabatan, pangkat yang diikuti nama
orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi,
atau nama tempat.
Contoh :
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono
5.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur
nama orang.
Contoh:
Drs. Dilan
Kusuma
6.
Huruf kapital di
pakai sebagai huruf pertama nama bangsa , suku bangsa dan bahasa.
Contoh:
bangsa
Indonesia
7.
Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya.
Contoh :
Duapuluh
Januari Pamulang
8.
Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Contoh:
Tangerang
Selatan
9.
Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama nama negara, lembaga pemerintahan,
ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata dan.
Contoh :
Undang-Undang
Dasar 1945
10.
Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama semua kata , di dalam nama buku, majalah, surat
kabar, dan judul karangan kecuali kata di, dari, pada, yang, untuk, yang tidak
pada posisi awal kalimat.
Contoh :
Ayah
berlangganan majalah Panjebar Semangat .
11.
Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, pangkat dan sapaan .
Contoh :
Dr. Dilan
Kusuma, Mpd.
12.
Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak,
ibu, saudara, kakak, adik, paman dan bibi yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
Contoh :
Laporan
Saudara akan kami selidiki.
13.
Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama kata ganti anda.
Contoh:
Apakah surat
saya sudah Anda terima?
Huruf Miring
1. Huruf
miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Majalah Bahasa dan
Sastra diterbitkan oleh Pusat Bahasa.
2. Huruf
miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Bab ini tidak
membicarakan pemakaian huruf kapital.
3. a. Huruf miring dalam cetakan dipakai
untuk menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
b. Ungkapan
asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan
sebagai kata Indonesia.
Misalnya:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
Huruf Tebal
1. Huruf
tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab,
daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Misalnya:
Judul Buku : HABIS
GELAP TERBITLAH TERANG
2. Huruf
tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf
miring.
Misalnya:
Gabungan kata kerja
sama ditulis terpisah.
Seharusnya ditulis dengan huruf miring:
Gabungan kata kerja
sama ditulis terpisah.
Penulisan Partikel dan Awalan
Ada kata atau awalan yang harus ditulis serangkai, yaitu
adi- misalnya pada adidaya, adikuasa, adimarga, adibusana. Juga awalan awa-
pada awabau, awaair, awawarna, awasuara.
Kata antara ditulis terpisah, tetapi antar- ditulis
serangkai. Contoh: antarkota, antarpulau, antarnegara, antarbangsa.
Kata maha apabila dirangkai dengan kata dasar ditulis
serangkai. Contoh: mahasiswa, mahaguru, Mahakuasa, Mahaadil. Tetapi apabila
dirangkai dengan kata bentukan tidak dirangkaikan. Contoh: Maha Pemurah, Maha
Mengetahui, Maha Pengampun. Yang dikecualikan dari ketentuan di atas ialah kata
Maha esa yang meskipun kata maha itu dirangkai dengan kata dasar, tetapi harus
dipisah. Ejaan yang betul menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
ialah Tuhan Yang Maha Esa.
Penulisan Bilangan
Pedoman EYD
menetapkan empat jenis penulisan angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan
atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor
jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian
karangan dan ayat kitab suci.
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam
Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang
dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa
jurnalistik.
a. Penulisan
lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang
dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika
beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.
b. Penulisan
lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c. Penulisan
lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat
dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini
sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut
kesederhanaan dan kemudahan.
d. Penulisan
lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
(ash3).com
Tanda Baca
Tanda Titik (. )
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat
yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku
tinggal di Solo.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya: A. S. Kramawijaya
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan
sapaan
Misalnya: Dr. (Doktor)
Tanda Koma ( , )
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau
pembilangan.
Misalnya: Saya membeli
kertas, pena, dan tinta.
Tanda Titik Koma (;
)
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagianbagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Misalnya: Malam
makin larut; kami belum selesai juga.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di
dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik
menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan
siaran pilihan pendengar.
Tanda Titik Dua ( :
)
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian.
Misalnva: Yang kita
perlukan sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu
mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian.
Misalnya: a.
Ketua : Ahmad Wijaya
Tanda Hubung ( – )
Tanda hubung
menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya: …ada cara ba-ru juga.
Tanda Pisah ( – )
Tanda pisah
membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar
bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu
sendiri.
Tanda Elipsis ( … )
Tanda elipsis
menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau
begitu … ya, marilah kita bergerak.
Tanda Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai
pada akhir kalimat tanya
Misalnya: Kapan ia
berangkat?
Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai
sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Masakan!
Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Tanda Kurung ( )
Tanda kurung
mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP (Daftar
Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
Tanda Kurung Siku
([... ])
Tanda kurung siku
mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada
kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat
bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang
Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.
Tanda Petik (“… “)
Tanda petik
mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan
tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas
baris.
Misalnya: “Sudah siap?” tanya Awal.
“Saya belum siap,”
seru Mira, “tunggu sebentar!”
Tanda Petik Tunggal
( ‘ … ‘ )
Tanda petik tunggal
mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya: Tanya Basri, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’
tadi?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar