Kamis, 20 November 2014

Matematika Informasi : Relasi Rekursif

Barisan yang Didefinisikan Secara Rekursif
Sebuah barisan (sequence) dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Cara pertama adalah dengan menuliskan beberapa suku pertama barisan itu, dengan harapan pembaca dapat dmengerti kelanjutan suku-suku barisan tersebut.
Misalnya, barisan 3, 5, 7, …
Cara itu sangat sederhana dan sering dilakukan. Akan tetapi, cara itu memiliki kelemahan, kadang-kadang pembaca dibuat slah mengerti terhadap kelanjutan suku-sukunya. Sebagai contoh, pada barisan 3, 5, 7, … di atas, sering diartikan bahwa pasangan tersebut adalah barisan-barisan bilangan ganjil yang lebih besar dari 2 sehingga suku-suku selanjutnya adalah 9, 11, 13, 15, … . Akan tetapi mungkin pula diartikansebagai barisan bilangan prima sehingga suku-suku selanjutnya adalah 11, 13, 17, … . Untuk sedapat mungkin menghindari salah pengertian seperti itu, suku-suku dapat dituliskan lebih panjang. Jadi, penulisan tidak hanya 3, 5, 7, …, tetapi diperpanjang menjadi 3, 5, 7, 9, 11, … (untuk menyatakan barisan bilangan ganjil yang lebih besar dari 2).
Cara kedua adalah menyatakan barisan dalam rumus eksplisit suku-sukunya. Misalnya, barisan bilangan ganjil lebih besar dari 2 dapat dinyatakan dengan rumus:
an = 2n + 1 (n bilangan bulat ≥ 1)
Dengan rumus tersebut, suku-suku setiap barisan dapat ditentukan dengan cepat. Sebagai contoh, dalam rumus an = 2n + 1 (n ≥ 1), maka :
a0 = 2.1 + 1 = 3
a1 = 2.2 + 1 = 5
a2 = 2.3 + 1 = 7 dst
Keuntungan mendefinisikan barisan dengan cara kedua adalah bahwa tiap-tiap suku barisan ditentukan secara tunggal dan penentuan suku ke-n (misal suku ke 51 = a50) dapat dilakukan secara cepat.
Cara ketiga untuk menyatakan barisan adalah secara rekursif. Suatu barisan didefinisikan secara rekursif jika kondisi awal barisan ditentukan, dan suku-suku barisan selanjutnya dinyatakan dalam hubungannya dengan sejumlah suku-suku yang sudah dinyatakan sebelumnya. Persamaan yang menyatakan hubungan antara beberapa suku tersebut dinamakan relasi rekurensi. Sebagai contoh, barisan bilangan ganjil lebih besar dari 2 yaitu 3, 5, 7, … dapat dinyatakan sebagai berikut :
Untuk semua bilangan bulat k ≥ 1,
ak = ak-1 + 2 (relasi rekurensi ) dan
a0 = 3 (kondisi awal)
Dengan relasi rekurensi dan kondisi awal, suku-suku barisan selanjutnya dapat dihitung sebagai:
a1 = a0 + 2 = 3 + 2 = 5
a2 = a1 + 2 = 5 + 2 = 7
a3 = a2 + 2 = 7 + 2 = 9
… dst


Contoh soal :



1. Diketahui : Suatu barisan c0, c1, c2, … didefinisikan secara rekursif sebagai berikut :
Untuk semua bilangan bulat k ≥ 2,
Ck = ck-1 + k ck-2 + 1
Dengan kondisi awal c0 = 1 dan c1 = 2.
Ditanya : Hitunglah c5!
Penyelesaian :
Oleh karena barisan didefinisikan secara rekursif, maka c5 tidak bisa dihitung secara langsung, tetapi harus terlebih dahulu menghitung c2, c3 dan c4.
A.c2 = c1 + 2 c0 + 1 = 2 + 2.1 + 1       = 5
c3= c2 + 3 c1 + 1 = 5 + 3.2 + 1  = 12
c4= c3 + 4 c2 + 1 = 12 + 4.5 + 1 = 33
c5= c4 + 5 c3 + 1 = 33 + 5.12 + 1        = 94
Jadi, c5 = 94
B. c5 = 95
C. c5 = 96
D. c5= 93

2. Diketahui : Misalkan a1, a2, … ; b1, b2, … dan c1, c2, … adalah 3 barisan yang semua sukunya memenuhi relasi rekurensi. Nilai suatu suku sama dengan 3 kali nilai suku sebelumnya.
Jadi, ak = 3ak-1; bk=3bk-1; ck=3 ck-1.
Tetapi kondisi awal ketiga barisan tersebut berbeda :
a1= 0 ; b1 = 1 ; c1= 2
Ditanya : Nyatakan barisan-barisan terebut dengan cara menuliskan beberapa suku awal barisannya !
A. barisan a1 adalah :0,0,0 …
barisan b1 adalah: 3,6,9…
barisan c1 adalah: 1,6,18,…
B. barisan a1 adalah :1,1,1 …
barisan b1 adalah: 3,9,81…
barisan c1 adalah: 6,18,54…
C. barisan a1 adalah :0,1,2 …
barisan b1 adalah: 3,9,27…
barisan c1 adalah: 6,18,54…
D. Pada barisan a1, a2….
a2 = 3a1 =3.0 = 0
a3 = 3a2 = 3.0 = 0
a4 = 3a3 = 3.0 = 0
pada barisan b1, b2….
b2 = 3b1 = 3.1 = 3
b3 = 3b2 =3.3 = 9
b4 = 3b3 = 3.9 = 27
pada barisan c1, c2….
c2 = 3c1 = 3.2 = 6
c3 = 3c2 = 3.6 =18
c4 = 3c3 = 3.18 = 54
dengan demikian , barisan a1 adalah :0,0,0 …
barisan b1 adalah: 3,9,27…
barisan c1 adalah: 6,18,54…
3. Diketahui : mk = 2mk-1 + 1 untuk bilangan bulat k ≥ 2
m1 = 1
Ditanya : Carilah rumus eksplisit barisan m1 , m2 ,…yang menyatakan masalah menara Hanoi.
penyelesaian :
A. mk = 3k – 1 untuk bilangan bulat k < 1


B. mk = 2mk-1 + 1
= 2 ( 2mk-2 + 1 ) + 1 = 22 mk-2 + 2.1 + 1
= 22 ( 2mk-3 + 1 ) + 2.1 + 1 = 23 mk-3 + 22.1 + 2.1 + 1
= 23 ( 2mk-4 + 1 ) + 22.1 + 2.1 + 1 = 24 mk-4 + 23.1 + 22.1 + 2.1 + 1
= 24 ( 2mk-5 + 1 ) + 23.1 + 22.1 + 2.1 + 1 = 25 mk-5 + 24.1 + 23.1 + 22.1 + 2.1 + 1
= ……….
= 2k-1mk-(k-1) + 2k-2.1 + … + 23.1 + 22.1 + 21 + 1
= 2k-1m1 + 2k-2 + … + 23 + 22 + 21 + 1
Oleh karena m1 = 1, maka :
mk = 2k-1 + 2k-2 + 2k-3 + … + 23 + 22 + 21 + 1
mk merupakan deret geometri dengan r = 2 yang besarnya = (2^((k-1)+1)-1)/(2-1) = 2k – 1
jadi, mk = 2k – 1 untuk bilangan bulat k ≥ 1

C. mk = 2k + 1 untuk bilangan bulat k > 1
D. mk = 2k – 2 untuk bilangan bulat k ≥ 2

Relasi rekursif homogen linear :
Definisi
Relasi rekursif homogen linear berderajat dua dengan koefisien konstanta merupakan relasi rekursif yang memiliki bentuk,

Definisi I
untuk setiap bilangan bulat k ≥ bilangan bulat tertentu, di mana A dan B merupakan suatu konstanta bilangan real, dengan B ≠ 0.

Relasi rekursif tersebut dikatakan “berderajat dua” karena ak dinyatakan dalam dua suku sebelumnya, ak – 1 dan ak – 2, dikatakan “linear” karena ak – 1 dan ak – 2 muncul pada suku yang berbeda dan masing-masing memiliki pangkat satu, dikatakan “homogen” karena total derajat dari masing-masing sukunya sama (sehingga tidak ada suku konstanta), dan “koefisien konstanta” karena A dan B merupakan suatu konstanta yang tidak bergantung terhadap k.

Contoh soal :

Nyatakan apakah masing-masing relasi rekursif berikut merupakan relasi rekursif homogen linear berderajat dua dengan koefisien konstanta atau bukan:

1.     ak = (–4)ak – 1 + (k + 1)ak – 2
A.   Iya; A = 1 = B.
B.    Bukan; tidak linear.
C.    Bukan; tidak berderajat dua.
D.   Bukan; tidak homogen.

2.     bk = bk – 1 + bk – 2
A. Bukan; tidak berderajat dua.
B. Iya; A = 0 dan B = 2.
C. Bukan; tidak linear.
D. Bukan; tidak homogen.

3.     ck = (ck – 1)2 + ck – 1 ∙ ck – 2
A. Bukan; tidak berderajat dua.
B. Iya; A = 0 dan B = 2.
C. Bukan; tidak linear.
D. Bukan; tidak homogen.

4.     dk = dk – 1 + dk – 2 + dk – 3
A. Bukan; tidak berderajat dua.
B. Iya; A = 0 dan B = 2.
C. Bukan; tidak linear.
D. Bukan; tidak homogen.


Nama kelompok :

Dilan Kusuma         52413460  Dilankusuma95.blogspot.com
Ibnu Wildan            54413182  ibnuwildann.blogspot.com
Rully Saputra          56413647  rullysaputra02.wordpress.com
Andhika Rangga P 50413890





Minggu, 02 November 2014

Tugas File Sequential

Keuntungan Sequential File :
 Merupakan organisasi file yang sederhana
 Jarak setiap aplikasi yang tersimpan sangat jelas
 Metode penyimpanan didalam memory sangat sederhana, sehingga efisien untuk menyimpan record yang besar
 Sangat murah untuk digunakan, sebab medianya cukup menggunakan magnetic tape.
 Kemampuan untuk mengakses record berikutnya secara cepat.

Kerugian Sequential File :
 Jika diperlukan perubahan data, maka seluruh record yang tersimpan didalam master file, harus semuanya diproses.
 Data yang tersimpan harus sudah urut (sorted).
 Posisi data yang tersimpan sangat susah untuk uptodate, sebab master file hanya  bisa berubah saat proses selesai dilakukan.
 Tidak bisa dilakukan pembacaan secara langsung.

Berikut adalah contoh dari file sequential :

  1. Inti logika dari program ini adalah sebagai berikut :
    1. Data dimasukkan tiap – tiap record.
    2. Data yang dimasukkan akan ditanyakan apakah sudah benar atau belum. Hal ini diperlukan sebagai verifikasi terhadap data yang akan direkamkan. Data yang akan direkamkan harus sudah benar.
    3. Setelah data yang dimasukan sudah benar, maka data tersebut akan direkamkan di file.
    4. Setiap selesai merekam data, akan ditanyakan apakah akan memasukkan data lagi atau tidak.
    5. Kalau akan memasukkan data lagi, proses diulangi lagi dari butir a.
    6. Kalau sudah tidak akan memasukkan data lagi, maka file ditutup dan proses selesai.

Kamis, 30 Oktober 2014

NEW MEDIA DAN KASUS

New Media
Secara harfiah new berasal dari bahasa inggris yang berarti baru, sedangkan kata media berasal dari bahasa latin yang memiliki arti sebagai perantara sebuah informasi dengan penerima informasi atau media perantara. Dan secara meluas New media adalah sebuah termologi untuk menjelaskan konvergensi atara teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan. Pendapat ahli mengenai New Media :
Lev Manovich dalam pengantar Reader New Media, New Media mendefinisikan dengan menggunakan beberapa proposisi sederhana dan ringkas:
1.    Media baru versus Cyberculture - Cyberculture adalah berbagai fenomena sosial yang berkaitan dengan internet dan jaringan komunikasi (blog, online multi-player game), sedangkan New Media adalah lebih peduli dengan benda-benda budaya dan paradigma (digital untuk televisi analog, iPhone).
2.    New Media sebagai Teknologi Komputer Digunakan sebagai Platform Distribusi - New Media adalah obyek budaya yang menggunakan teknologi komputer digital untuk distribusi dan pameran. misalnya (setidaknya untuk sekarang) internet, situs Web, multimedia komputer, Blu-ray disk dll Masalah dengan hal ini adalah bahwa definisi harus direvisi setiap beberapa tahun. Istilah "media baru" tidak akan "baru" lagi, karena kebanyakan bentuk budaya akan didistribusikan melalui komputer.

Beberapa dampak yang terjadi akibat adanya New Media :
•             Bidang Pendidikan.
 Dengan adanya EBOOK,sangat memudahkan mahasiswa untuk belajar dan mencari materi serta lebih praktis.
• Bidang Pencarian Kerja
Memudahkan seseorang untuk mengetahui lowongan pekerjaan disuatu tempat.
• Bidang Sosial
Dengan hadirnya Facebook, Twitter, Yahoo, Blog, hal tersebut sangat membantu untuk kita berinteraksi dengan seseorang.
• Bidang Jual Beli
Bidang ini juga adalah bidang yang bayak di akses orang, karena pembeli dan penjual sama” enak , sebagai contoh adalah pembeli yang mempunyai sifat malas untuk dating ke store” yang menjual barang yang di inginkan  dapat mengakses website strore yang memiliki barang yang di inginkan.
Kekurangan New Media
Selain memiliki kelebihan/manfaat, New Media juga mempunya kekurangan. Berikut ini kekurangan dari New Media :
1.    Rawan akan pencurian data, karena data dikirimkan secara online otomatis semua orang bisa mengakses hal tersebut. Contohnya saja hacker yang selalu saja bisa membobol privasi seseorang dan mencuri data data pentingnya.
2.    Virus, tidak dapat dipungkiri hal yang satu ini adalah yang paling sering ditemukan. Contohnya dengan mengirimkan aplikasi aplikasi yang tidak dikenal oleh user, ditambah dengan sikap penasaran si user tersebut untuk mencoba aplikasi tersebut yang ternyata adalah sebuah virus komputer.
3.    Sifat malas, dengan mudahnya untuk mengakses berbagai macam data dan informasi tentunya kita akan merasa malas untuk berpergian, karena semua tugas, pekerjaan semua bsia diakses dan dikerjakan secara online. Jadi hanya tinggal duduk di depan komputer dan mengerjakan tugas -tugas tersebut dan akan lebih cepat selesai tentunya.


Perlu di garis bawahi bahwa seharusnya penggunaan new media hanya untuk orang-orang yang bijaksana dalam memanfaatkannya.

                                KASUS : Manfaat New Media Dalam Pemerintahan

Dalam suatu studi kasus dapat ditemukan bahwa E-gov merupakan bentuk dari NewMedia terkini. Berikut adalah uraiannya :

Perkembangan teknologi komunikasi khusus nya internet sebagai suatu bentuk new media tidak dapat dielakkan lagi. Terutama sejak ditemukannya website. Perkembangan internet berdampak besar terhadap semua lini kehidupan. Humas yang pada awalnya hanya bekerja menggunakan media konvensional di tuntut untuk dapat bekerja dengan internet. Penggunaan internet sebagai media kehumasan dikenal dengan istilah electronic public relations atau cyber pr. Sedangkan dalam pemerintahan, pemanfaatan internet oleh pemerintah dikenal dengan nama electronic governance (e-gov). E-gov merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah untuk dapat membantu mewujudkan tata kelola pemerinatahan yang baik (good governance). Salah satu nya melalui pemanfaatan website. Dimana setiap instansi pemerintahan baik pusat dan daerah diwajibkan memiliki website atau portal masing-masing. Untuk itu, maka dipilih website pemerintah provinsi Sumatera Barat, www.sumbarprov.go.id, yang merupakan website pemerintahan daerah yang dikelola langsung oleh humas pemerintah sejak tahun 2008. Dalam rancangan strategi Biro Humas dan Protokol pemerintah provinsi Sumatera Barat menempatkan membantu mewujudkan good governance sebagai misi pertama. Maka penelitian ini ingin melihat bagaimana humas pemerintah dalam memanfaatkan website pemerintah untuk membantu mewujudkan good governance di Sumbar? Berdasarkan hasil penelitian, humas pemerintah Sumbar terkendala pada Sumber Daya Manusia yang masih terbatas dari segi kemmapuan penguasaan teknologi komunikasi serta pengemasan informasi melalui media online. Pemanfaatan website pemerintah Sumbar belum bisa dikatakan dapat mewujudkan good governance, namun masih dalam proses menuju. Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik harus ada sinergi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Humas sebagai ujung tombah kesuksesan dan kegagalan organisasi harus dapat merangkul ketiga aspek tersebut dengan pemanfaatan website sehingga tata kelola peerintah yang diharapkan dapat terwujud.

Source : http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=54755&obyek_id=4

Sabtu, 25 Oktober 2014

D. Pembentukan Lebih Lanjut


Yang dimaksud pembentukan lebih lanjut ialah pembentukan kata turunan melalui proses morfologi bahasa Indonesia dengan kata-kata serapan sebagai bentuk dasamya. Dalam kaitannya dengan unsur serapan, pembicaraan hanya menyangkut pengimbuhan, karena dalam pengulangan dan pemajemukan tidak ada yang perlu dibicarakan. Kata-kata yang diawali oleh konsonan hambatan tak bersuara lpl,/tl,/kl, dan geseran apiko-alveolar Isl jika mendapat awalan meng- atau peng- fonem tersebut hilang atau luluh, contohnya: pukul menjadi memukul dan pemukul, tolong menjadi menolong dan penolong, karang menjadi mengarang dan pengarang, susun menjadi menyusun dan penyusun.
Kata-kata serapan yang diawali dengan konsonan hambatan bilabial tak bersuara /p/ contohnya: paket, parker, potret, piket. Jika mendapat awalan meng- dan peng- atau peng-an, kata-kata tersebut menjadi memaketkan, memarkir, memotret, dan memiketi; pemaketan, pemarkiran, pemotretan, pemiketan. Jadi kata-kata serapan tersebut diperlakukan sama dengan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang lain.
Kata-kata serapan yang diawali dengan konsonan hambatan apiko  dental tak
bersuara It/ contohnya: target, teror. Apabila dibentuk dengan awalan meng- menjadi menargetkan atau mentargetkan; meneror atau menteror. Jika dibentuk denganpeng-an menjadi;penargetan atau pentargetan, peneroran atau penteroran,.
Agar dapat dibentuk sesuai dengan kaidah morfofonemik yang berlaku, kata asing yang kemudian menjadi kata dasar itu harus sudah dikenal dengan baik. Oleh karena itu, untuk kata-kata yang belum dikenal, bukan saja konsonan awalnya tidak mengalami peluluhan, melainkan juga  diberi tanda hubung untuk mempertegas  batas  antara kata  dasar.


Konsonan geseran labio-dental tak bersuara /f/ dulu disesuaikan dengan system fonologi bahasa Indonesia menjadi /p/. Yang sudah disesuaikan menjadi /p/ mengalami penghilangan atau luluh, sedang apabila tetap /f/ mendapat sengauan yang homorgan, yaitu /ml. Contohnya: pikir menjadi memikirkan dan pemikiran; fitnah menjadi memfitnah danpemfitnahan.
Konsonan hambatan dorso-velar tak bersuara /kl yang mengalami kata-kata
katrol, dan keker luluh apabila mendapat awalan meng- atau konfiks peng-an seperti terlihat pada: mengatrol dan pengatrolan, dan pengontakan,  mengonsep danpengonsepan, mengekerdanpengekeran.
Seperti halnya pada unsur serapan yang lain, kata-kata yang masih terasa asing mendapat perlakuan yang berbeda, contohnya pada kata "sinkrun" dan "sistematis",jika mendapat awalan meng- danpeng-an menjadi mensinkrunkan dan pensinkrunan, mensistematiskan  danpensistematisan.
Kata dasar serapan yang diawali oleh gugus konsonan /pr/ seperti pada prates, program, produksi, dan praktik, jika mendapat awalan meng- Ip/ tidak luluh menjadi: memprotes, memprogram, memproduksi, dan mempraktikkan. Tetapi apabila mendapat konfiks peng-an /p/-nya luluh menjadi: pemrotesan, pemrograman, pemroduksian, dan pemraktikan. Ini bukan perlakuan yang istimewa untuk unsur-unsur serapkan sebab hal yang demikian itu kita lihat juga pada bentukan memperkirakan. Memprihatinkan. kata-kata serapan yang diawali dengan gugus konsonan /tr/, /st/, /ski, /sp/,
/pl/, /kl/, konsonan yang awalnya tidak pemah mengalami peleburan, baik dalam pembentukan dengan awalan meng-, peng-, maupun konfiks peng-an, contohnya: mentraktir, pentraktir, menstabilkan,.
Kata-kata serapan yang diawali oleh gugus konsonan yang terjadi atas tiga fonem dan fonem yang pertama berupa hambatan, sudah tentu konsonan pertamanya tidak pemah lebur apabila mendapat awalan meng- ataupeng-.
Kata-kata serapan itu tentu saja juga dapat mengalami proses pengulangan

seperti pada: traktor-traktor, computer-komputer dan sebagainya. Kata-kata serapan tidak dapat mengalami perulangan sebagian yang berupa dwipurwa atau dwiwasana. Pada pengulangan dengan awalan konsonan awal pada suku ulangannya juga tidak luluh, contohnya: mempraktis-praktisan, mengkritik-kritik, menstabil-stabilkan.

Rabu, 15 Oktober 2014

NAMA   : DILAN KUSUMA
NPM       : 52413460
KELAS   : 2IA14

BAB III
UCAPAN DAN EJAAN


PENERAPAN KAIDAH EJAAN
Ejaan itu sendiri adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. . Secara teknis, ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.Dan juga merupakan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan antara lambang-lambang itu
Dalam bahasa indonesia ada istilah EYD yaitu Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada tahun 1987 terjadi revisi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Berikut adalah hal yang paling terlihat dalam perubahan yang terjadi pada EYD hingga sekarang :
"j" menjadi "y" : sajang → sayang
"tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
"ch" menjadi "kh": achir → akhir
"nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
"dj" menjadi "j": djarak → jarak
"sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
Adapun kebijakan baru yang ditetapkan pada EYD :
Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
PENULISAN HURUF BESAR / HURUF KAPITAL :
1.             Huruf kapital di pakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
Contoh :
Pagi ini Ayah sedang pergi ke kantor.
2.              Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh :
“Apakah benar disini tempatnya?” kata Dilan
3.              Huruf kapital di pakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama agama, dan kitab suci; termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh :
Atas berkat rahmat Tuhan yang Maha Esa
4.              Huruf kapital di pakai sebagai huruf pertama unsur nama, jabatan, pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh :
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
5.             Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Contoh:
Drs. Dilan Kusuma
6.              Huruf kapital di pakai sebagai huruf pertama nama bangsa , suku bangsa dan bahasa.
Contoh:
bangsa Indonesia
7.              Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya.
Contoh :
Duapuluh Januari Pamulang
8.              Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Contoh:
Tangerang Selatan
9.              Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama negara, lembaga pemerintahan, ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata dan.
Contoh :
Undang-Undang Dasar 1945
10.          Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata , di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata di, dari, pada, yang, untuk, yang tidak pada posisi awal kalimat.
Contoh :
Ayah berlangganan majalah Panjebar Semangat .
11.          Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, pangkat dan sapaan .
Contoh :
Dr. Dilan Kusuma, Mpd.
12.          Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, paman dan bibi yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Contoh :
Laporan Saudara akan kami selidiki.
13.          Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti anda.
Contoh:
Apakah surat saya sudah Anda terima?

Huruf Miring
1.         Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Majalah Bahasa dan Sastra diterbitkan oleh Pusat Bahasa.
2.         Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Bab ini tidak membicarakan pemakaian huruf kapital.
3.         a.         Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
b.         Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia.
Misalnya:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.

Huruf Tebal
1.         Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Misalnya:
Judul Buku      :          HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
2.         Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.
Misalnya:
Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
Seharusnya ditulis dengan huruf miring:
Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.

Penulisan Partikel dan Awalan
Ada kata atau awalan yang harus ditulis serangkai, yaitu adi- misalnya pada adidaya, adikuasa, adimarga, adibusana. Juga awalan awa- pada awabau, awaair, awawarna, awasuara.
Kata antara ditulis terpisah, tetapi antar- ditulis serangkai. Contoh: antarkota, antarpulau, antarnegara, antarbangsa.
Kata maha apabila dirangkai dengan kata dasar ditulis serangkai. Contoh: mahasiswa, mahaguru, Mahakuasa, Mahaadil. Tetapi apabila dirangkai dengan kata bentukan tidak dirangkaikan. Contoh: Maha Pemurah, Maha Mengetahui, Maha Pengampun. Yang dikecualikan dari ketentuan di atas ialah kata Maha esa yang meskipun kata maha itu dirangkai dengan kata dasar, tetapi harus dipisah. Ejaan yang betul menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ialah Tuhan Yang Maha Esa.

Penulisan Bilangan
 Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka,

Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :

(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.

Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c.       Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com
Tanda Baca

Tanda Titik (. )
a.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:  A. S. Kramawijaya
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya:   Dr.                   (Doktor)
Tanda Koma ( , )
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

Tanda Titik Koma (; )
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian­bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.

Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnva: Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:    a.  Ketua      : Ahmad Wijaya

Tanda Hubung ( – )
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:         …ada cara ba­-ru juga.

Tanda Pisah ( – )
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
Tanda Elipsis ( … )
Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.

Tanda Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya
Misalnya: Kapan ia berangkat?

Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!

Tanda Kurung (   )
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.

Tanda Kurung Siku ([... ])
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.

Tanda Petik (“… “)
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Misalnya:  “Sudah siap?” tanya Awal.
“Saya belum siap,” seru Mira, “tunggu sebentar!”

Tanda Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.

Misalnya:  Tanya Basri, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”